TERNATE – Fakta baru dalam persidangan dugaan korupsi Belanja Tak Terduga (BTT) tahun 2021 senilai Rp28 miliar lebih di Kabupaten Kepulauan Sula, semakin terkuak dengan beberapa saksi yang di minta oleh majelis hakim kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan pengembangan terhadap saksi-saksi tersebut.
Praktek korupsi di negeri ini tidak pernah berdiri sendiri. Bantahan terdakwa Muhammad Yusril, Direktur PT HAB Lautan Bangsa, pada sidang lanjutan senin (22/9/2025) kemarin yang menyebut nama Andi Muhammad Khairul Akbar alias Puang dan Andi Maramis sebagai pengendali proyek, memperkuat dugaan adanya aktor intelektual di balik kasus ini.
Abdullah Ismail, Praktisi hukum dan juga penasehat hukum Muhammad Bimbi menilai, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kepulauan Sula tidak boleh terjebak hanya pada pelaku teknis lapangan, tetapi harus berani menelusuri siapa yang sebenarnya mengatur aliran dana.
“Dalam hukum pidana, otak pelaku (intellectual dader atau master mind) justru memiliki tanggung jawab utama. bukti aliran dana ke rekening pribadi Puang benar adanya, maka itu jelas bukan hanya sekadar penyimpangan administrasi, melainkan perbuatan memperkaya diri yang dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor dengan ancaman pidana hingga seumur hidup,” katanya, Rabu (24/09/2025).
Baca juga: GPM Malut Desak KM Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Dana Pengawasan Di Sula
Ia menjelaskan, bahwa kasus Korupsi Dana BTT senilai 28 miliar lebih mencerminkan pola korupsi terstruktur. Bukan hanya uang negara yang dijarah, melainkan penyertaan dalam tindak pidana menunjukan sistem hukum belum berjalan secara baik sehingga APH diuji keberaniannya dalam penanganan perkara.
“Kasus ini bukan sekadar siapa yang tanda tangan atau siapa yang menerima transfer, melainkan siapa yang merancang, mengatur, dan menikmati hasilnya. Jika JPU hanya menyentuh ‘kaki tangan’, sementara aktor intelektual dibiarkan lolos, maka penegakan hukum terkait kasus BTT akan kehilangan wibawa,” tegasnya.
Baca juga: Kapolda Didesak Evaluasi Kinerja Polres Sula Terkait Informasi Pungli Penanganan Kasus
Abdullah juga bilang, selain aliran dana, dugaan pemalsuan dokumen pencairan BMHP yang menyeret nama Andi Maramis semakin menegaskan adanya rekayasa sistematis dalam kasus ini. Pasal 263 KUHP dan Pasal 391 KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) sudah cukup kuat untuk menjerat, dengan ancaman enam tahun penjara dan denda hingga 2 miliar.
“Kombinasi korupsi dan pemalsuan dokumen adalah modus klasik mafia anggaran. Ini bukan lagi sekadar kasus individu, melainkan sindikat yang harus dibongkar habis,” imbuhnya.
Baca juga: Berikut Dokumen Penting Pembangunan RS Pratama Di Sula
Ia pun mengingatkan, bahwa dana yang dikorupsi adalah Belanja Tak Terduga (BTT), pos anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan darurat dan pelayanan kesehatan rakyat.
“Menggerogoti anggaran darurat sama saja dengan merampas hak hidup masyarakat. Ini bukan kejahatan biasa, tetapi extraordinary crime yang harus dijawab dengan penindakan luar biasa. Jangan sampai publik menilai aparat penegak hukum hanya tebang pilih dan melindungi ‘orang kuat’,” tegasnya.
Baca juga: Diduga Uang Belasan Juta Milik ST Diterima Oknum Jaksa Di Sula
Dirinya juga menilai, apabila JPU Kejari Kepulauan Sula tidak serius menindaklanjuti perintah hakim untuk mengembangkan perkara ini, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib mengambil alih kasus ini.
“KPK memiliki kewenangan mengambil alih kasus apabila penanganan di tingkat daerah terindikasi tidak profesional atau berpotensi melindungi pihak tertentu. Publik sudah lelah melihat pola penegakan hukum yang hanya berhenti pada level operator, sementara aktor utama aman-aman saja,” tegasnya.
Menurutnya, hanya dengan keterlibatan KPK, masyarakat bisa berharap kasus ini benar-benar ditangani secara transparan, akuntabel, dan tanpa kompromi politik.
“Korupsi dana BTT senilai 28 miliar lebih adalah tamparan keras bagi nurani bangsa. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Jika JPU ragu, maka biarkan KPK yang membersihkan benang kusutnya,” tutupnya.
Pewarta: Setiawan Umamit
Redaktur: TIM