SULA – Tujuan utama Dana Desa menurut regulasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dana Desa digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas hidup, mengurangi kesenjangan, dan mendorong kemandirian desa.
Namun tujuan tersebut, bertolak belakang dengan kondisi saat ini di Kabupaten Kepulauan Sula. Sebab, kondisi saat ini di Kabupaten Kepulauan Sula mengalami kekosongan Peraturan Bupati Kepulauan Sula mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan asas transparansi, akuntabel, parsipatif secara tertib dan disiplin anggaran sebagai acuan Perangkat Desa termasuk Kepala Desa dalam mengelola keuangan desa. Serta untuk masyarakat desa untuk meminta keterbukaan informasi publik mengenai Pengelolaan Keuangan Desa sebagai fungsi pengawasan masyarakat desa terhadap keuangan desa.
Tanpa, Peraturan Bupati Kepulauan Sula mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa ini akan mempersulit masyarakat desa untuk meminta pertanggungjawaban administrasi dari Bupati Kepulauan Sula terhadap perilaku korupsi Perangkat Desa termasuk Kepala Desa di Desa-desa Kabupaten Kepulauan Sula.
Secara administratif mengapa perlu adanya Peraturan Bupati Kepulauan Sula mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Sebagai contoh kasus korupsi dana desa dalam Dokumen Putusan Mahkamah Agung Nomor : 5/Pid.Sus-TPK/2021/PN Plk terkait kasus penyalahgunaan dana desa di Desa Natai Kerbau menyatakan bahwa dokumen tidak dilampirkan secara tertib, salah satunya pada pengeluaran anggaran desa (DD dan ADD) yang dikeluarkan masih ada kekurangan dari pelaksanaan kegiatan yaitu SPJ serta nota-nota lain yang belum lengkap. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Bupati Kotawaringin Barat Nomor 25 Tahun 2019 Pasal 2 Ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa menjelaskan bahwa keuangan desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan secara tertib dan disiplin anggaran. https://journal.ugm.ac.id (ANALISIS KENDALA PERAN INSPEKTORAT DALAM PENGELOLAAN DANA DESA (STUDI KASUS PADA INSPEKTORAT KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT).
Jika, benar Bupati Kepulauan Sula, ingin berkomitmen secara tegas menegakkan hukum terhadap perilaku korupsi Perangkat Desa termasuk Kepala Desa, maka perlu membuat Peraturan Bupati Kepulauan Sula mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Karena dengan adanya Peraturan Bupati (Perbup) menunjukkan bahwa negara bukan negara kekuasaan, melainkan negara hukum.
Sehingga indikasi kuat, kekosongan Peraturan Bupati Kepulauan Sula mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa berakibat pada dugaan Keuangan Desa merupakan sumber korupsi Bupati Kepulauan Sula. Indikasi ini terhubung dengan Kepala Inspektorat Sula yang diangkat oleh Bupati Kepulauan Sula.
Hal ini pasti mempengaruhi peranan Kepala Inspektorat Sula sebagai fungsinya dalam Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) terhadap kasus-kasus korupsi dana desa dan anggaran desa di Kabupaten Kepulauan Sula. Dalam konteks ini DD dan ADD dinilai dikelola secara politik ekonomi bukan secara hukum ekonomi.
Pengelolaan keuangan desa yang politis dan tidak transparan dapat menyebabkan berbagai masalah ekonomi yang serius. Hal ini disebabkan oleh berbagai teori, seperti “rent-seeking” dan “political business cycles”, serta masalah seperti defisit anggaran, manipulasi data keuangan, dan korupsi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka KPK RI didesak periksa Bupati Kepulauan Sula atas indikasi keterlibatan terhadap dugaan kasus korupsi dana desa dan anggaran dana desa di kabupaten kepulauan sula.
Tidak terlepas dari desakan tersebut, Cipayung Plus Kabupaten Kepulauan Sula, juga ditantang desak KPK RI Periksa Bupati Kepulauan Sula atas indikasi tersebut.
Karena Pengelola keuangan desa di luar Peraturan Bupati bisa diindikasi salah satu unsur korupsi bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat desa.

(Salah Satu Kasus DD Di Kepsul Naik Ke Tahapan Penyidikan)
Penulis: Rifaldi Ciusnoyo, Alumni Universitas Muhammadiyah Kendari.
Pewarta: Setiawan Umamit
Redaktur: TIM